Wednesday, December 19, 2012

Perkembangan administrasi publik Di Indonesia


Administrasi Negara sudah ada sejak lama, administrasi Negara itu sendiri timbul pada suatu masyarakat yang terorganisasi. Dihampir semua Negara yang ada di dunia ini sebelumnya sudah mempunyai yang namanya suatu system penataan pemerintah, yang sekarang lebih dikenal dengan administrasi Negara.
Berbicara tentang perkembangan ilmu administrasi negara di Indonesia, kita tidak bisa lepas dari sejarah administrasi negara di dunia, karena dari Negara-negara di dunia tersebut lah yang menjadi pemicu atau menjadi titik awal munculnya administrasi negara di Indonesia.
            Di Indonesia itu sendiri, administrasi Negara Indonesia ada setelah melalui perjuangan yang panjang melawan penjajah belanda, tepatnya pada tanggal 17 agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian dibentuklah pemerintahan Negara Repubik Indonesia, setelah itu terjadilah peralihan system administrasi pemerintah colonial belanda menjadi system administrasi Negara Indonesia.
            Indonesia yang tidak mempunyai sebuah pengalaman dalam praktek administrasi, mengharuskan  Negara Indonesia memngembangkan ilmu administrasi Negara dan memberikan pendidikan bagi administrator-administrator yang kurang mempunyai pengalaman dalam bidang tersebut.
            System Administrasi Negara Indonesia tidak berada pada posisi “hampa udara”, melainkan dilahirkan, bertumbuh dan berkembang dalam ekologis yang dinamis.[1]
            Sejarah  perkembangan adminstrasi Negara Indonesia dibagi menjadi empat periode, yaitu tahun 1945-1950: periode 1950-1959; periode 1959-1966 serta periode tahun 1966 – sekarang.
Dimana pada setiap periode tersebut mempunyai perbedaan yang signifikan pada system administrasi Negara. Pada periode 1945-1950 system administrasi Negara belum berkembang, dikarenakan belum adanya atau diadakan sebuah kegiatan-kegiatan penyempurnaan, karena pada saat itu bangsa Indonesia itu sendiri berada dalam kondisi perjuangan memenangkan perang dan mempertahankan kemerdekaan.
Namun pada perkembangannya, yakni pada periode 1950-1959, pemerintah mulai menyempurnakan system administrasi Negara Indonesia. Namun belum banyak usaha-usaha yang dilakukan dalam menyempurnakan, dikarenakan berbagai faktor dan cara pendekatan yang digunakan pada masa itu, dan dikarenakan juga pada masa itu system politik Indonesia menganut system parlementer yang liberal, yang menyebabkan tidak berkembangnya bidang administrasi, politik, keamanan, maupun ekonomi.
Pada tahun ini pemerintah mendatangkan seorang utusan dari Amerika Serikat untuk mengadakan penelitian mengenai administrasi kepegawaian. Stelah melakukan penelitian keseluruh Indonesia, akhirnya mereka merumuskan suatu saran kepada pemerintah Republik Indonesia, diantaranya pemerintah perlu mendirikan lembaga pendidikan administrasi yang nantinya dapat digunakan mendidik pegawai-pegawai dan para administrator pemerintah.
Namun setelah tahun 1959 perkembangan system admnistrasi Indonesia sangat mengecewakan dan menghawatirkan, karena system administrasi Negara tersebut menyimpang dari landasan idiil pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945 dengan segala implikasinya yang negative. Yaitu tepatnya pada periode 1959-1966, dan juga merupakan suatu hasil yang buruk dalam pemerintahan tersebut.
Pada periode 1969 sampai saat sekarang ini, pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam perkembangan system administrasi Negara indonesia, terutama pada masa pemerintahan Orde Baru. Sejak Replita I sampai dengan Replita IV, pemerintah Orde Baru telah bnyak melakukan sebuah penyempurnaan terhadap sistem administrasi negara indonesia. Dalam setiap Replita dikatakan bahwa penyempurnan sistem administrasi negara indonesia dianggap menjadi salah satu usaha yang penting yang akan dilakukan secara terus menerus.
Mulai saat itulah perkembangan administrasi negara difikirkan dan direncanakan. Seterusnya administrasi negara indonesia tidak lagi dikembangankan sifat-sifat legalistis seperti di eropa, melainkan sifat-sifat administrasi moderen yang banyak dikembangkan di Amerika Serikat, yakni bersifat pragmatis dan praktis. Aspek administrasi tidak lagi terbatas pada pengetahun hukum saja, melainkan berwawasan agak luas meliputi berbagai pengaruh dari baik ilmu-ilmu sosial naupun non sosial.


[1] Drs. Buyung, Bulizar, Sistem Administrasi Negara Indonesia, Universitas Terbuka, 1996.



Perkembangan dan Dinamika Administrasi Negara


Pendahuluan
Sejak Woodrow Wilson “menggegerkan” publik Amerika Serikat melalui tulisannya yang berjudul The Study of Administration (1887) pada jurnal Political Science Quarterly, administrasi negara[1] mulai berkembang sampai ke antero dunia, termasuk ke Indonesia. Sejak dekade 1990an, administrasi negara telah berkembang pesat dibandingkan zamannya Wilson. Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan ilmu administrasi negara begitu masif terjadi di negara asalnya Amerika Serikat dan negara-negara Anglo-Saxon lainnya seperti Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Sedangkan di negara-negara berkembang, dinamika administrasi negara tidak begitu intens karena masih kuatnya kontrol politik, birokrasi dan budaya.
Secara teori, konsep dan paradigma, administrasi negara mengalami perkembangan yang cukup cepat. Banyak bermunculan teori-teori kontemporer di dalam khasanah administrasi negara yang mengkritik dan memperkaya teori-teori klasik seperti teori tentang organisasi dan birokrasi. Perkembangan itu adalah sesuatu yang wajar mengingat administrasi negara merupakan bagian dari ilmu sosial yang memiliki karakteristik yang dinamis, tidak seperti halnya ilmu-ilmu alam yang cenderung pasif dan positivistik. Perkembangan ini patut diapresiasi karena hal ini menandakan administrasi negara mampu eksis di tengah persoalan-persoalan masyarakat yang semakin kompleks dan butuh solusi yang konkrit.
Perkembangan teori, konsep dan paradigma di dalam administrasi juga begitu beragam (distinct) dan unik. Setiap cerdik-cendikia administrasi negara memiliki teori dan konsep administrasi negara dengan argumentasi dan penafsiran yang berbeda satu sama lain, sehingga dinamika pemikiran administrasi negara begitu terasa gezah-nya. Di samping itu, kondisi dunia yang sudah semakin menglobal dimana semakin tidak jelasnya batas-batas geografis negara berkat revolusi teknologi informasi, ikut mempengaruhi perkembangan teori, konsep dan paradigma administrasi negara. Sedikit-banyaknya teori, konsep dan paradigma administrasi negara telah terkooptasi dengan ideologi globalisasi yang menginginkan setiap negara, menjadi satu kesatuan teritorial secara non-fisik. Artinya, tidak ada lagi sekat-sekat atau batas negara yang terlalu jauh untuk dijangkau karena semuanya dapat dijelajahi dalam waktu singkat dengan memanfaatkan media teknologi informasi.
Dinamika ini membawa pengaruh besar dalam keilmuwan administrasi negara di berbagai belahan dunia. Tidak saja di negara asalnya dan di negara maju lainnya, di negara-negara sedang berkembang, terutama Indonesia wacana keilmuwan administrasi negara berkembang dengan cepat dan begitu dinamis. Secara konseptual telah terjadi perkembangan yang sangat signifikan dalam teori dan paradigma administrasi negara di Indonesia. Perkembangan ini tentu saja dipelopori oleh kalangan akademisi kampus yang menggeluti administrasi negara maupun masyarakat luas yang memiliki concern terhadap administrasi negara. Fakta ini bisa dilacak dari dinamika keilmuwan yang berkembang di berbagai perguruan tinggi negeri, swasta dan perguruan tinggi kedinasan yang menyelenggarakan program administrasi negara.[2] Setiap tempat yang menyelenggarakan pendidikan administrasi negara memiliki horison tersendiri dan berbeda satu sama lain. Dinamika ini lebih disebabkan karena interpretasi yang berbeda tentang teori, konsep dan paradigma administrasi negara yang berkembang dalam keilmuwan administrasi negara.
Tidak bisa dinafikan bahwa teori, konsep dan paradigma administrasi negara yang berkembang di Indonesia diimpor dari luar. Teori tentang kebijakan publik, teori manajemen publik dan teori governance adalah teori yang lahir di Barat, yang kemudian diadopsi oleh kalangan akademisi dan praktisi administrasi negara di Indonesia. Sampai saat ini, penulis belum menemukan satu pun tulisan atau pun buku tentang teori administrasi negara yang ”asli” Indonesia. Kebanyakan, buku-buku tentang teori administrasi negara yang ditulis oleh orang Indonesia dan beredar di Indonesia merupakan buku-buku yang mencuplik teori-teori administrasi negara dari luar dengan sedikit modifikasi (threatment) dan tambahan di sana-sini dengan kasus Indonesia.[3] Fenomena ini jika dibiarkan berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan hilangnya kemandirian dan identitas administrasi negara Indonesia.
Keilmuwan administrasi negara di Indonesia berlangsung dalam kondisi yang dinamis sudah terasa sejak terjadinya reformasi politik di Indonesia yang ditandai dengan lengsernya Orde Baru tahun 1998 hingga saat ini., dialektika keilmuwan administrasi terjadi begitu hangat. Masing-masing jurusan/departemen/program studi yang menawarkan pendidikan administrasi negara di perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia memiliki cakrawala keilmuwan yang berbeda satu sama lain. Labih jauh, hal ini menimbulkan perspentif yang berbeda dalam memandang dan menjalankan pendidikan administrasi negara. Dalam konteks kekinian, perkembangan dan dinamika yang sangat menarik untuk disoroti adalah dialektika dan perdebatan tentang administrasi ”negara” dan administrasi ”publik”. Sekilas, persoalan ini terkesan sederhana karena hanya menyangkut masalah nama (label). Namun, lebih dari itu, perkembangan dan dinamika ini memiliki akar filosofis dan historis yang panjang serta layak untuk dianalisis karena berkaitan dengan identitas administrasi negara Indonesia itu sendiri.   
Tulisan ini pada intinya akan menyoroti perkembangan dan dinamika administrasi negara di Indonesia, termasuk wacana keilmuwannya-dalam hal ini dimotori oleh dunia kampus- yang dikembangkan oleh masing-masing perguruan tinggi di Indonesia, pemikirannya dan utamanya pada pergulatan wacana administrasi ”negara” vis a vis administrasi publik. Sebelum masuk pada persoalan pokok, tulisan ini sedikit akan mengulas hakikat (nature) administrasi negara, perkembangan paradigmanya dan teorinya dalam rangka menemukan state of the art administrasi negara. Sebagai bahan perbandingan tulisan ini juga akan melihat perkembangan keilmuwan administrasi negara di Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Australia, Singapura dan Malaysia sebagai upaya outward looking dan menemukenali dinamika wacana keilmuwan administrasi negara di negara-negara maju yang karena pengaruh globalisasi sering menjadi ”kiblat” administrasi negara bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada akhirnya tulisan ini akan ditutup dengan sebuah masukan bagi perkembangan ilmu administrasi negara di Indonesia dalam rangka mencari identitas administrasi negara ”Indonesia”.


Nature Administrasi Negara
Sebenarnya, jauh sebelum Wilson menulis tentang The Study of Administration, administrasi negara itu sudah ada sejak abad ke-15. Namun, praktik administrasi Negara sudah ada sejak dikenalnya Negara Kota di Athena jauh sebelum abad ke-15. Untuk mengurus dan melaksanakan pemerintahan, tentu membutuhkan administrator publik yang handal, administrator inilah yang sekarang dikenal dengan birokrasi. Perbedaannya adalah permasalahan publik pada masa itu belum sekompleks sekarang sehingga tugas dan fungsi administrasi negara belum terlalu menonjol.
Sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan terpisah dari ilmu politik, administrasi negara baru menemukan jati dirinya sebagai sebuah ilmu pada abad ke-19, yaitu ketika Wilson menulis The Study of Administration. Pada zamannya Wilson administrasi dipamahi sebagai pelaksanaan tugas-tugas rutin pemerintah dan mengimplementasikan kebijakan publik. Dengan demikian, administrasi harus dipisahkan dengan politik. Pemikiran inilah yang mengilhami munculnya paradigma dikotomi politik-administrasi. Lebih jauh, dalam tulisannya Wilson mengatakan bahwa,
Administration is the most obvious part of government; it is the executive, the operative, the most visible side of government, and is of course as old as government itself. It is government in action, and one might very naturally expect to find that government in action had arrested  the attention and provoked the scrutiny of writers of politics very early in the history of systematic thought.

Dalam pengertiannya yang klasik, administrasi negara dipahami sebagai implementasi kebijakan yang dibuat oleh pejabat publik, penggunaan kekuasaan untuk memaksakan aturan untuk menjamin kebaikan publik dan relasi antara publik dan birokrasi yang telah ditunjuk untuk melaksanakan kepentingan bersama.[4] Administrasi negara dibentuk untuk menyelenggarakan kepentingan publik dan melayani publik. Pada prinsipnya, administrasi negara dibentuk untuk mengabdi kepada publik dan tidak boleh memihak kepada salah satu kepentingan politik apapun, dengan alasan apapun. Administrasi negara harus netral dan tidak partisan agar pelayanan kepada publik dapat dilakukan dengan adil tanpa membeda-bedakan satus sosial, jabatan dan preferensi politik seseorang.
Lalu pada titik ini muncul pertanyaan, siapa publik itu? Publik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat luas dan kepentingan orang banyak. Publik bisa berarti negara berserta otoritas dan alat kelengkapannya, organisasi masyarakat sipil, organisasi privat, organisasi pendidikan, organisasi keagamaan, bahkan organisasi terkecil seperti RT sekalipun merupakan manifestasi dari publik. Jadi adalah keliru apabila ada pendapat yang menyatakan bahwa publik itu hanyalah negara, di luar negara bukanlah publik. Konsep publik itu sendiri tidak hanya menjadi monopoli negara, tetapi lebih dari itu publik merupakan domain yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat secara luas.
  
Perkembangan Paradigma dan Teori Administrasi Negara
Paradigma merupakan cara pandang sekelompok akademisi tentang suatu permasalahan atau fenomena sosial. Paradigma digunakan sebagai alat analisis untuk memotret dan memecahkan masalah-masalah sosial. Paradigma mencapai statusnya karena paradigma lebih berhasil memecahkan persoalan-persoalan yang gawat dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya atau para kelompok praktisi.[5] Konsep paradigma sendiri sebenarnya berasal dari ilmu-ilmu alam yang kemudian diadopsi oleh scientists ilmu sosial guna memecahkan masalah-masalah sosial yang semakin rumit.
Administrasi negara juga memiliki paradigma atau cara pandang yang dapat dibagi berdasarkan konteks waktu kemunculannya. Henry membagi paradigma administrasi negara atas lima paradigma secara diakronis. Menurut Henry paradigma dalam administrasi negara terdiri atas:[6]
1.     Dikotomi politik-administrasi (1900-1926)
2.     Prinsip-prinsip administrasi (1927-1937)
3.     Administrasi sebagai ilmu politik (1950-1970)
4.     Administrasi negara sebagai manajemen (1956-1970)
5.     Administrasi negara sebagai administrasi Negara (1970-?)

Mencermati pendapat Henry dalam Public Administration and Public Affairs, terlihat ada keterputusan ide pada paradigma kelima karena Henry hanya menyebutkan bahwa paradigma kelima dimulai pada tahun 1970, tetapi tidak jelas berakhir sampai kapan. Bahkan dalam revisi yang keenam kali terhadap bukunya itu, Henry belum berani mengungkapkan apakah paradigma administrasi negara sebagai administrasi negara masih relevan sampai saat ini. Padahal dinamika administrasi negara berlangsung sangat cepat karena perkembangan zaman yang semakin bergejolak (turbulence). Pertanyaan yang harus kita ajukan adalah, apakah administrasi negara masih berada pada paradigma kelima? Apakah paradigma kelima masih relevan atau tidak untuk situasi saat ini?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, tulisan Denhardt dan Denhardt,  The New Public Service: Serving, not Steering, yang ditulis pada tahun 2003, dapat dijadikan sebagai rujukan. Denhardt dan Denhardt membagi paradigma administrasi negara tersebut atas 3 paradigma yaitu, Old Public Administration (OPA), New Public Management (NPM) dan New Public Service (NPS). Paradigma OPA tidak bisa dilepaskan dari paradigma-paradigma klasik dalam administrasi negara yang dikemukakan oleh Henry, sedangkan gagasan mengenai NPM dicover dari pemikiran-pemikiran entrepreneurial governmentnya Osborne dan Gaebler.
Paradigma yang paling mutakhir dalam administrasi negara menurut Denhardt dan Denhardt adalah NPS. Secara umum alur pikir NPS menentang paradigma-paradigma sebelumnya (OPA dan NPM). Dasar teoritis paradigma NPS ini dikembangkan dari teori tentang demokrasi, dengan lebih menghargai perbedaan, partisipasi dan hak asasi warga negara. Dalam NPS konsep kepentingan publik merupakan hasil dialog berbagai nilai yang ada di tengah masyarakat. Nilai-nilai seperti keadilan, transparansi dan akuntabilitas merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam pelayanan publik. Paradigma NPS berpandangan bahwa responsivitas (tanggung jawab) birokrasi lebih diarahkan kepada warga negara (citizen’s) bukan clients, konstituen (constituent) dan bukan pula pelanggan (customer). Pemerintah dituntut untuk memandang masyarakatnya sebagai warga negara yang membayar pajak. Dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi, sebenarnya warga negara tidak hanya dipandang sebagai customer yang perlu dilayani dengan standar tertentu saja, tetapi lebih dari itu, mereka adalah pemilik (owner) pemerintah yang memberikan pelayanan tersebut.[7]

Referensi
 Gerald E. Caiden. 1982. Public Administration (Second Edition). California: Pacific Palisasdes, Palisades.

Pasalong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik., Bandung: Alfabeta.

Kuhn, Thomas. 1970. The Structure of Scientific Revolution (Second Edition), University of Chicago Press, Chicago, , halaman 23.
Henry, Nicholas. 1995. Public administration and public affairs (Sixth Edition).Englewood Cliffs, New Jersey

Purwanto, Agus Erwan. 2005. “Pelayanan Publik Partisipatif”, mewujudkan good     governance melalui pelayanan publik, Gadjah mada university press, Yogyakarta.


[1] Dalam tulisan ini penulis secara konsisten akan menggunakan konsep “administrasi negara” bukan ”administrasi publik” untuk sementara waktu sampai penulis bisa menerima logic thinking (epistimologi) administrasi publik sebagaimana yang menjadi mainstream ilmu administrasi negara di Indonesia dewasa ini. Perdebatan ilmu administrasi negara vis a vis ilmu administrasi publik akan diuraikan lebih jauh pada bagian berikutnya dari tulisan ini.
[2] Penyelenggaraan studi administrasi negara di Indonesia tidak hanya menjadi monopoli universitas, tetapi juga diselenggarakan oleh pemerintah melalui pendidikan kedinasan seperti Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara (STIA-LAN).
[3] Salah satu contohnya adalah buku teori administrasi publik yang ditulis oleh Harbani Pasalong. Lebih detailnya silahkan periksa Harbani Pasalong, Teori Administrasi Publik, Alfabeta, Bandung, 2007.
[4] Gerald E. Caiden, Public Administration (Second Edition), Pacific Palisasdes, Palisades, California. 1982. halaman 12.

[5] Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolution (Second Edition), University of Chicago Press, Chicago, 1970, halaman 23.
[6] Nicholas Henry, Public Administration and Public Affairs (Sixth Edition), Englewood Cliffs, New Jersey, 1995, halaman 22-24.

[7] Erwan Agus Purwanto, “Pelayanan Publik Partisipatif ”, Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik, Editor: Agus Dwiyanto, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, halaman 187.

MEWIRAUSAHAKAN BIROKRASI;


I.                   PEMERINTAHAN KATALIS;  Mengarahkan ketimbang mengayuh
Kata pemerintahan berasal dari sebuah kata Yunani yang berarti mengarahkan.
Dengan demikian, tugas pemerintah adalah mengarahkan dan bukan mengayuh perahu, sehingga pelayanan dianggap sebagai mengayuh dan pemerintah tentunya tidak pandai mengayuh.
II.                                        PEMERINTAHAN MILIK MASYARAKAT;  Memberi wewenang ketimbang    melayani.
Pemerintah harus mempercayai warga negaranya untuk merumuskan sejumlah program kebijakan.
Mendesain pelayanan publik berbasiskan kebutuhan dan kemampuan komunitas, sehingga kewenangan tidak menjadi monopoli bagi pemerintah.
III.             PEMERINTAHAN YANG KOMPETITIF; Menyuntikan persaingan kedalam pemberian pelayanan
Merubah perspektif, bahwa persoalannya bukanlah provider publik versus provider swasta, namun yang menjadi problem krusial adalah wacana tentang monopoli versus kompetisi.
Membangun partisipasi aktif private sector dalam penyelenggaraan pelayanan publik guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan publik.

IV.            PEMERINTAHAN YANG DIGERAKAN OLEH MISI MENGUBAH ORGANISASI YANG DIGERAKAN OLEH PERATURAN
Pemerintah harus mempunyai capaian/target yang menggerakkan aktivitasnya.
Organisasi yang digerakkan oleh misi punya keunggulan:
1.     Lebih efisien.
2.     Lebih efektif.
3.     Lebih inovatif.
4.     Lebih fleksibel.
5.     Etos kerja lebih tinggi
V.                PEMERINTAHAN YANG BERORIENTASI HASIL, Membiayai hasil bukan masukan
Logika aktivitas pemerintahan tidak hanya bersifat spending saja.
Lebih dari itu, aktivitas pemerintahan bisa dipandang sebagai investasi, sehingga pembiayaannya bisa dipandang pembiayaan kepada hasil.
VI.            PEMERINTAHAN BERORIENTASI MEMENUHI KEBUTUHAN PELANGGAN BUKAN BIROKRASI
Fokus pelayanan ditujukan pada warga negara dengan melekatkan predikat costumer kepada warga negara.
Birokrasi tidak berorientasi ke dalam, tetapi ke luar, sehingga menempatkan mereka sebagai pelayan dari para pelanggan.
VII.         PEMERINTAHAN WIRAUSAHA; Menghasilkan ketimbang membelanjakan
Aktivitas pemerintah didesain untuk mengurangi beban pembiayaan dan menghasilkan profit.
Fungsi usaha publik dibagi menjadi:
1.     Aktifitas yang dirancang untuk menghasilkan laba.
2.     Aktifitas yang dibentuk untuk mendapatkan modal kembali, tetapi tidak menghasilkan laba.
3.     Aktifitas yang secara parsial dapat mendukung mereka sendiri.
VIII.      PEMERINTAHAN ANTISIPATIF; Mencegah daripada mengobati
Kebijakan diarahkan untuk melakukan manajemen krisis dengan mencegah kerugian yang lebih besar.
Dengan demikian, setiap kebijakan harus mempunyai nuansa yang bersifat antisiapsif.
IX.             PEMERINTAH DESENTRALISASI; Dari hirarkhi menuju partisipasi & tim kerja
Kewenangan pembuatan kebijakan tidak tersentralisasi.
Desentralisasi diarahakan untuk mendekatkan pelayanan publik serta membangun demokrasi melalui peningkatan partisipasi.
X.                PEMERINTAH BERORIENTASI PASAR; Mendongkrak perubahan melalui pasar.
Pemerintah, selaku badan publik, cenderung mengambil peranan sebagai fasilitator bagi para investor yang sudah berkembang atupun yang baru tumbuh.
Sebagai konsekuensi, pemerintah harus membatasi peranannya dalam penyediaan barang dan jasa. Pada titik ini, pemerintah hanya berperan sebagai regulator dan bukan sebagai pemasok barang dan jasa tertentu.

APAKAH KONSEP POSDCORB RELEVAN JIKA DITERAPKAN PADA SAAT INI.?


Lutther Gulick dan Urwick mengemukakan suatu prinsip tentang administrasi negara yang lebih dikenal dengan singkatan POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordianting, Reporting, Budgeting).

          Konsep ini muncul dikarenakan pada saat itu terjadi Era Great Deppresion dan Perang Dunia ke II, dan pada saat itu negara dihadapkan pada suatu masalah-masalah peperangan dan masalah ekonomi.

          Pada saat itu Administrasi publik di hadapkan pada suatu masalah tentang bagaimana merencanakan, mengorganisasi, menyiapkan staff, memimpin, dan sebagainya dalam kaitan menyiapkan hal-hal yang taktis maupun urgen.

          Berbicara tentang  relevan atau tidaknya konsep POSDCORB ini dengan keadaan pada saat ini bila diterapkan, menurut pandangan saya yang saya dapatkan dari sebuah kesimpulan dari para ahli maupun analisa saya, konsep ini jika di terapkan pada saat zaman sekarang ini tidak relevan, dikarenakan konsep ini dibuat atau dimunculkan pada saat terjadi sebuah era yang bernama Era Great depresion, sedangkan pada saat sekarang ini era itu sudah tidak ada lagi.

          Alasan kedua mengapa saya mempunyai sebuah pandangan bahwa konsep ini tidak relevan jika diterapkan adalah karena pada saat itu pula sedang terjadi sebuah peperangan yang sangat luar biasa, yang lebih dikenal dengan Perang Dunia II, dimana negara-negara pada saat itu dihadapkan pada suatu masalah peperangan dan masalah ekonomi. Dan negara pada saat itu pula dihadapkan pada masalah-masalah tentang bagaimana merencanakan, mengorganisasi, maupun mnyiapkan staff dengan tujuan untuk memyiapkan suatu hal yang bersifat statis dan urgen.

          Dan pada saat itu banyak orang menamakan masa-masa itu adalah masa “Ortodok Kesiangan” bagi administrasi negara.

          Adapun pendapat atau pandangan para ahli yang mengkritik konsep administrasi negara tersebut yang membuat saya mengatakan atau mempunyai pandangan bahwa konsep ini tidak relevan bila diterapkan pada saat ini dengan banyak mengeluarkan konsep-konsep baru, salah satunya Herbert A.simon dengan bukunya Administrative Behavior.

          Simon mengungkapkan bahwa ”POSDCORB tidak relevan dengan tugas administrasi publik yang kompleks, kemudian POSDCORB memaksa administrasi publik untuk jauh dari realitas ekonomimaupun kondisi sosial dan politik, POSDCORB tidak kemudian dijiwai alur berpikir metodologik, POSDCORB tidak lebihdari sebuah akronim, POSDCORB tidak bisa membedakan antara Realitas (fakta) dengan prinsip (nilai)”.[1]
          Konsep ini juga tidak relevan jika diterpakan pada saat ini karna Orde POSDCORB ini sudah berakhir dikarenakan banyak hal, diantaranya, yaitu ketika banyak para teoritis yang menyerang konsep ini, seperti Dwight waldo, Norton Long, James Fesler, Carl frecedrich, Herman Finner, dan pada dekade 1950an administrasi publik menerima infiltrasi dari bidang ilmu sosial, seperti ilmu politik, ekonomi, psikologi, comparative studies, decesion sciences, dan bisnis.

          Itulah diantaranya alasan mengapa saya mengatakan atau mempunyai sebuah pandangan bahwa konsep POSDCORB tentang prinsip administrasi negara yang dikemukakan oleh Luther Gullick dan Urwick tidak relevan jika diterapkan pada saat sekarang ini.



[1] Simon,Herbert, Administrative Behavior ; a study of decision making procces in adinistrative organization;1947.